Jumat, 15 Oktober 2010

Pola Perilaku Konsumen dalam Kegiatan Ekonomi

Penilaian seseorang terhadap suatu barang akan memengaruhi pola
perilakunya dalam berkonsumsi.
1. Pengertian dan Tujuan Konsumsi
a. Pengertian Konsumsi
Dalam pengertian ekonomi, konsumsi diartikan sebagai kegiatan
manusia mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan, baik secara berangsur-angsur maupun
sekaligus habis. Pihak yang melakukan konsumsi disebut konsumen.
b. Tujuan Konsumsi
Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh kepuasan
setinggi-tingginya sehingga tercapai tingkat kemakmuran.
Dengan
adanya lapisan masyarakat yang berbeda-beda, tujuan konsumsi juga
berbeda pula. Pada masyarakat tradisional yang ditandai dengan
peradaban yang belum maju dan kebutuhan masih sederhana, kegiatan
konsumsi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna
mempertahankan kelangsungan hidup. Sedangkan pada masyarakat
modern, tujuan konsumsi sudah berubah bukan hanya sekadar
mempertahankan hidup, tetapi lebih banyak diarahkan untuk
kepentingan kesenangan dan prestise (harga diri).
2. Perilaku Konsumen
a. Kepuasan Konsumen terhadap Produk
Tujuan utama dari konsumen dalam mengonsumsi suatu produk
adalah untuk memaksimalkan kepuasan total (total utility). Kepuasan
total dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan
kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen dapat terpenuhi melalui
produk yang dikonsumsi.
Jika kepuasan total konsumen dapat dimaksimalkan maka barang
tersebut akan memiliki nilai tukar dan nilai pakai yang tinggi. Artinya,
jika suatu barang dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan
konsumen maka konsumen akan bersedia membayar dengan harga
yang lebih tinggi.
Menurut Vincent Gasperz, terdapat faktor-faktor yang
memengaruhi penilaian dan dugaan/pengharapan (ekspektasi)
konsumen terhadap suatu barang, yaitu sebagai berikut.
1. Kebutuhan dan keinginan
Jika kebutuhan dan keinginan konsumen besar maka penilaian dan
pengharapan konsumen juga besar, demikian pula sebaliknya. Jika
kebutuhan dan keinginan kecil maka penilaian dan pengharapan
konsumen juga kecil.
2. Pengalaman masa lalu
Pengalaman mengonsumsi produk yang sama atau produk lainnya
yang sama fungsinya.
3. Pengalaman dari teman
Teman Anda ada yang pernah mengonsumsi suatu produk sebelum
Anda, akan menceritakan kepada Anda kualitas produk tersebut
sehingga dapat menambah atau mengurangi penilaian dan
pengharapan Anda terhadap produk yang akan Anda konsumsi.
4. Komunikasi iklan dan pemasaran
Iklan dan pemasaran dapat mengubah pengharapan Anda
terhadap suatu barang. Mungkin saja pengharapan Anda terhadap
suatu produk tertentu karena penyajian dan pemasaran yang baik.
b. Karakteristik produk yang diinginkan konsumen
Konsumen biasanya menginginkan produk yang memiliki
karakteristik lebih murah, lebih cepat, dan lebih baik. Karakteristik lebih
murah berkaitan dengan biaya produksi suatu produk. Artinya, jika
produsen dapat menghasilkan produk yang lebih murah konsumen
akan lebih tertarik karena faktor harga merupakan pertimbangan paling
penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian. Biasanya
produk yang lebih murah lebih diinginkan oleh konsumen
dibandingkan produk yang sama dengan harga yang lebih mahal.
Karakteristik lebih cepat berkaitan dengan waktu. Artinya,
konsumen menginginkan produk yang mudah didapat serta ada di
mana saja. Jadi, konsumen tidak perlu pergi jauh-jauh hanya untuk
mendapatkan suatu produk.
Karakteristik lebih baik berkaitan dengan kualitas produk. Kualitas
merupakan faktor yang cukup berperan dalam pengambilan keputusan
pembelian. Produk dengan kualitas yang lebih baik diinginkan oleh
konsumen dibandingkan produk yang sama dengan kualitas lebih jelek.
c. Pengeluaran untuk konsumsi
Besar kecilnya konsumsi yang dilakukan oleh konsumen (perilaku
konsumen) tergantung pada faktor-faktor berikut.
1. Selera (Taste)
Selera adalah keinginan yang muncul dari dalam hati
seseorang karena adanya daya tarik/rangsangan terhadap suatu
benda atau jasa sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis
konsumen. Jika selera rendah, konsumsi pun rendah, sebaliknya
jika selera tinggi, jumlah konsumsi pun akan tinggi pula.
2. Tingkat pendapatan
Besar kecilnya tingkat pendapatan yang diterima oleh
seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya
pengeluaran untuk konsumsi.
3. Kebiasan dan sikap hidup
Hal ini menyangkut perilaku yang sering muncul dan
dilakukan oleh konsumen, misalnya hidup hemat atau sebaliknya
hidup senang atau boros.
4. Lingkungan tempat tinggal
Manusia selalu hidup beradaptasi atau dipengaruhi oleh
lingkungannya sehingga pola konsumsi pun dapat dipengaruhi
oleh lingkungan.
5. Alat distribusi
Pengadaan jumlah barang di suatu tempat tergantung pada
alat distribusi yang digunakan. Semakin baik alat transportasi yang
digunakan, semakin besar pengeluaran yang digunakan untuk
konsumsi.
Menurut Engel, semakin besar pendapatan seseorang semakin kecil
bagian pendapatannya yang digunakan untuk konsumsi, dan sebaliknya
semakin kecil pendapatan semakin besar bagian pendapatan yang dipakai
untuk konsumsi.

PERILAKU KONSUMEN DALAM KEGIATAN EKONOMI

Konsumen akan selalu melakukan kegiatan konsumsi, dimana dalam kegiatan konsumsi tersebut akan ada sesuatu yang diinginkan yaitu utilitas. Konsumen akan berusaha mendapatkan utilitas dari setiap kegiatan konsumsi yang dilakukan. Bahkan, konsumen akan berusaha agar utilitas yang diperoleh adalah utilitas maksimum. Utilitas maksimum adalah suatu kegiatan konsumsi konsumen dalam mencapai keseimbangan pasar, yaitu besar pengorbanan yang dikeluarkan sama atau sebanding dengan utilitas yang didapat dari barang yang dikonsumsi. Oleh karena itu, utilitas maksimum sering disebut keseimbangan konsumen.

Utilitas maksimum dalam mengonsumsi atau menggunakan barang dan jasa dapat diidentifikasi dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kardinal (utilitas konsumen dapat diukur dengan angka) denngan menggunakan konsep Marginal Utility (MU), pendekatan ordinal (utilitas konsumen dapat dinyatakan melalui tingkatan-tingkatan utilitas dari tingkat rendah ke tingkat tinggi) dengan menggunakan konsep indifference curve (konsep kurva indiferen), dan garis anggaran (budget line).

++ Pendekatan
Dalam mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang ada dua pendekatan, yaitu:
A. Pendekatan Kardinal
B. Pendekatan Ordinal

A. Pendekatan Kardinal
-Kepuasan seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan kepuasan misalnya mata uang.
-Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambash kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu.
-Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi disebut kepuasan marginal (Marginal Utility).
-Berlaku hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility), yaitu besarnya kepuasan marginal akan selalu menurun dengan bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.

B. Pendekatan Ordinal
-Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Padakenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.
-Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).
-Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens (kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).

Dimana ciri-ciri kurva indiferens adalah:
1. Mempunyai kemiringan yang negatif (konsumen akan mengurangi konsumsi barang yg satu apabila ia menambah jumlah barang lain yang di konsumsi).
2. Cembung ke arah titik origin, menunjukkan adanya perbedaan proporsi jumlah yang harus ia korbankan untuk mengubah kombinasi jumlah masing-masing barang yang dikonsumsi (marginal rate of substitution).
3. Tidak saling berpotongan, tidak mungkin diperoleh kepuasan yang sama pada suatu kurva indiferens yang berbeda.

++ Konsep Elastisitas
Elastisitas dapat diartikan sebagai derajat kepekaan suatu gejala ekonomi terhadap perubahan gejala ekonomi lain atau dapat diartikan juga sebagai tingkat kepekaan perubahan kuantitas suatu barang yang disebabkan oleh adanya perubahan faktor-faktor lain.
Ada 3 (tiga) macam elastisitas, yaitu :

A. Elastisitas Harga (Price Elasticity), membahas perbandingan/ratio persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta atau yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga barang itu sendiri.

B. Elastisitas Silang (Cross Elasticity), membahas perbandingan/ratio persentase perubahan kuantitas suatu barang (barang X) yang diminta atau yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga barang lain (barang Y).

C. Elastisitas Pendapatan/Income, membahas perbandingan/ratio persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta atau yang ditawarkan dengan persentase perubahan income/pendapatan.
   






selengkapnya

Pola Perilaku Konsumen dalam Kegiatan Ekonomi

Penilaian seseorang terhadap suatu barang akan memengaruhi pola
perilakunya dalam berkonsumsi.

1. Pengertian dan Tujuan Konsumsi
a. Pengertian Konsumsi
Dalam pengertian ekonomi, konsumsi diartikan sebagai kegiatan
manusia mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan, baik secara berangsur-angsur maupun
sekaligus habis. Pihak yang melakukan konsumsi disebut konsumen.
b. Tujuan Konsumsi
Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh kepuasan
setinggi-tingginya sehingga tercapai tingkat kemakmuran.
Dengan
adanya lapisan masyarakat yang berbeda-beda, tujuan konsumsi juga
berbeda pula. Pada masyarakat tradisional yang ditandai dengan
peradaban yang belum maju dan kebutuhan masih sederhana, kegiatan
konsumsi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna
mempertahankan kelangsungan hidup. Sedangkan pada masyarakat
modern, tujuan konsumsi sudah berubah bukan hanya sekadar
mempertahankan hidup, tetapi lebih banyak diarahkan untuk
kepentingan kesenangan dan prestise (harga diri).
2. Perilaku Konsumen
a. Kepuasan Konsumen terhadap Produk
Tujuan utama dari konsumen dalam mengonsumsi suatu produk
adalah untuk memaksimalkan kepuasan total (total utility). Kepuasan
total dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan
kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen dapat terpenuhi melalui
produk yang dikonsumsi.
Jika kepuasan total konsumen dapat dimaksimalkan maka barang
tersebut akan memiliki nilai tukar dan nilai pakai yang tinggi. Artinya,
jika suatu barang dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan
konsumen maka konsumen akan bersedia membayar dengan harga
yang lebih tinggi.
Menurut Vincent Gasperz, terdapat faktor-faktor yang
memengaruhi penilaian dan dugaan/pengharapan (ekspektasi)
konsumen terhadap suatu barang, yaitu sebagai berikut.
1. Kebutuhan dan keinginan
Jika kebutuhan dan keinginan konsumen besar maka penilaian dan
pengharapan konsumen juga besar, demikian pula sebaliknya. Jika
kebutuhan dan keinginan kecil maka penilaian dan pengharapan
konsumen juga kecil.
2. Pengalaman masa lalu
Pengalaman mengonsumsi produk yang sama atau produk lainnya
yang sama fungsinya.
3. Pengalaman dari teman
Teman Anda ada yang pernah mengonsumsi suatu produk sebelum
Anda, akan menceritakan kepada Anda kualitas produk tersebut
sehingga dapat menambah atau mengurangi penilaian dan
pengharapan Anda terhadap produk yang akan Anda konsumsi.
4. Komunikasi iklan dan pemasaran
Iklan dan pemasaran dapat mengubah pengharapan Anda
terhadap suatu barang. Mungkin saja pengharapan Anda terhadap
suatu produk tertentu karena penyajian dan pemasaran yang baik.
b. Karakteristik produk yang diinginkan konsumen
Konsumen biasanya menginginkan produk yang memiliki
karakteristik lebih murah, lebih cepat, dan lebih baik. Karakteristik lebih
murah berkaitan dengan biaya produksi suatu produk. Artinya, jika
produsen dapat menghasilkan produk yang lebih murah konsumen
akan lebih tertarik karena faktor harga merupakan pertimbangan paling
penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian. Biasanya
produk yang lebih murah lebih diinginkan oleh konsumen
dibandingkan produk yang sama dengan harga yang lebih mahal.
Karakteristik lebih cepat berkaitan dengan waktu. Artinya,
konsumen menginginkan produk yang mudah didapat serta ada di
mana saja. Jadi, konsumen tidak perlu pergi jauh-jauh hanya untuk
mendapatkan suatu produk.
Karakteristik lebih baik berkaitan dengan kualitas produk. Kualitas
merupakan faktor yang cukup berperan dalam pengambilan keputusan
pembelian. Produk dengan kualitas yang lebih baik diinginkan oleh
konsumen dibandingkan produk yang sama dengan kualitas lebih jelek.
c. Pengeluaran untuk konsumsi
Besar kecilnya konsumsi yang dilakukan oleh konsumen (perilaku
konsumen) tergantung pada faktor-faktor berikut.
1. Selera (Taste)
Selera adalah keinginan yang muncul dari dalam hati
seseorang karena adanya daya tarik/rangsangan terhadap suatu
benda atau jasa sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis
konsumen. Jika selera rendah, konsumsi pun rendah, sebaliknya
jika selera tinggi, jumlah konsumsi pun akan tinggi pula.
2. Tingkat pendapatan
Besar kecilnya tingkat pendapatan yang diterima oleh
seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya
pengeluaran untuk konsumsi.
3. Kebiasan dan sikap hidup
Hal ini menyangkut perilaku yang sering muncul dan
dilakukan oleh konsumen, misalnya hidup hemat atau sebaliknya
hidup senang atau boros.
4. Lingkungan tempat tinggal
Manusia selalu hidup beradaptasi atau dipengaruhi oleh
lingkungannya sehingga pola konsumsi pun dapat dipengaruhi
oleh lingkungan.
5. Alat distribusi
Pengadaan jumlah barang di suatu tempat tergantung pada
alat distribusi yang digunakan. Semakin baik alat transportasi yang
digunakan, semakin besar pengeluaran yang digunakan untuk
konsumsi.
Menurut Engel, semakin besar pendapatan seseorang semakin kecil
bagian pendapatannya yang digunakan untuk konsumsi, dan sebaliknya
semakin kecil pendapatan semakin besar bagian pendapatan yang dipakai
untuk konsumsi.

PERILAKU KONSUMEN DALAM KEGIATAN EKONOMI

Konsumen akan selalu melakukan kegiatan konsumsi, dimana dalam kegiatan konsumsi tersebut akan ada sesuatu yang diinginkan yaitu utilitas. Konsumen akan berusaha mendapatkan utilitas dari setiap kegiatan konsumsi yang dilakukan. Bahkan, konsumen akan berusaha agar utilitas yang diperoleh adalah utilitas maksimum. Utilitas maksimum adalah suatu kegiatan konsumsi konsumen dalam mencapai keseimbangan pasar, yaitu besar pengorbanan yang dikeluarkan sama atau sebanding dengan utilitas yang didapat dari barang yang dikonsumsi. Oleh karena itu, utilitas maksimum sering disebut keseimbangan konsumen.

Utilitas maksimum dalam mengonsumsi atau menggunakan barang dan jasa dapat diidentifikasi dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kardinal (utilitas konsumen dapat diukur dengan angka) denngan menggunakan konsep Marginal Utility (MU), pendekatan ordinal (utilitas konsumen dapat dinyatakan melalui tingkatan-tingkatan utilitas dari tingkat rendah ke tingkat tinggi) dengan menggunakan konsep indifference curve (konsep kurva indiferen), dan garis anggaran (budget line).

++ Pendekatan
Dalam mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang ada dua pendekatan, yaitu:
A. Pendekatan Kardinal
B. Pendekatan Ordinal

A. Pendekatan Kardinal
-Kepuasan seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan kepuasan misalnya mata uang.
-Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambash kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu.
-Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi disebut kepuasan marginal (Marginal Utility).
-Berlaku hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility), yaitu besarnya kepuasan marginal akan selalu menurun dengan bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.

B. Pendekatan Ordinal
-Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Padakenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.
-Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).
-Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens (kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).

Dimana ciri-ciri kurva indiferens adalah:
1. Mempunyai kemiringan yang negatif (konsumen akan mengurangi konsumsi barang yg satu apabila ia menambah jumlah barang lain yang di konsumsi).
2. Cembung ke arah titik origin, menunjukkan adanya perbedaan proporsi jumlah yang harus ia korbankan untuk mengubah kombinasi jumlah masing-masing barang yang dikonsumsi (marginal rate of substitution).
3. Tidak saling berpotongan, tidak mungkin diperoleh kepuasan yang sama pada suatu kurva indiferens yang berbeda.

++ Konsep Elastisitas
Elastisitas dapat diartikan sebagai derajat kepekaan suatu gejala ekonomi terhadap perubahan gejala ekonomi lain atau dapat diartikan juga sebagai tingkat kepekaan perubahan kuantitas suatu barang yang disebabkan oleh adanya perubahan faktor-faktor lain.
Ada 3 (tiga) macam elastisitas, yaitu :

A. Elastisitas Harga (Price Elasticity), membahas perbandingan/ratio persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta atau yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga barang itu sendiri.

B. Elastisitas Silang (Cross Elasticity), membahas perbandingan/ratio persentase perubahan kuantitas suatu barang (barang X) yang diminta atau yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga barang lain (barang Y).

C. Elastisitas Pendapatan/Income, membahas perbandingan/ratio persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta atau yang ditawarkan dengan persentase perubahan income/pendapatan.

http://google.com

Senin, 27 September 2010

PUSAT KEGIATAN GURU, PROFESIONALITAS GURU, DAN APLIKASINYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN
Berbagai kegiatan dalam proses pendidikan merupakan upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang diamanatkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sejalan dengan hal itu, Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999–2004, Bab IV. E. 2, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
Departemen Pendidikan Nasional, khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan, berusaha keras melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu personal dan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pengelolaan pendidikan atau tenaga kependidikan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dasar, khususnya di Sekolah Dasar (SD), usaha kongkrit yang telah dilakukan adalah dengan mengadakan rintisan Sistem Pembinaan Profesional (SPP) guru. Pelaksanaan SPP guru dilakukan dengan membentuk gugus sekolah. Satu gugus sekolah terdiri dari 1 SD inti dan 7–8 SD imbas. Pada gugus sekolah dibentuklah PKG sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pelatihan dan pembinaan profesional guru dalam meningkatkan proses pembelajaran.
Peningkatan mutu proses pembelajaran ditandai dengan adanya kualitas interaksi antara guru dan siswa. Untuk mencapai interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran, dilihat dari faktor guru, beberapa hal yang menentukan adalah kemampuan guru dalam menguasai materi, memilih dan menggunakan metode, mengelola kelas, memilih dan menggunakan media, serta melaksanakan penilaian, baik proses maupun hasil pembelajaran.
Kenyataan di lapangan, sistem pembinaan profesional yang baik belum menjamin peningkatan kualitas interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena perbedaan kemampuan guru dalam penguasaan materi, metode, media, pengelolaan kelas, serta penilaian proses dan hasil pembelajaran. Di samping itu, guru mempunyai latar belakang pendidikan dan kemampuan yang berbeda-beda, misalnya ada guru yang berlatar belakang SGB, SPG, KPG, diploma, ada yang sudah lulusan sarjana, bahkan ada yang terampil dan berpengalaman luas dan ada yang masih membutuhkan bimbingan, tuntunan, dan pemantapan yang lebih terarah. Juga ada guru yang mengajar di lokasi daerah kota dan ada yang di lokasi daerah desa. Untuk mengatasi heteroginitas guru itu, diperlukan wahana untuk pembinaan profesional secara terpadu. Salah satunya adalah dengan mendirikan dan mengembangkan PKG.
Untuk melihat sampai sejauh mana pengaruh PKG terhadap kinerja guru dilakukan penelitian di wilayah eks Karisedenan Pekalongan selama enam bulan. Penelitian dilakukan terhadap 60 orang guru SD yang memanfaatkan PKG sebagai tempat untuk pembinaan profesional guru. Sejumlah 20 guru dari Kota Pekalongan mewakili perkotaan, 20 guru dari Kabupaten Pemalang mewakili daerah peralihan, dan 20 guru dari Kabupaten Tegal mewakili pedesaan.
Pengumpulan data mengenai fungsi, manfaat, jenis kegiatan, dan pelaksanaannya dalam PKG, serta tindak lanjut kegiatan PKG dilakukan dengan menyebar angket. Di samping itu, observasi dilakukan untuk mengamati langsung kegiatan di PKG.
Analisis data penelitian yang telah terkumpul dilakukan dengan teknik deskriptif persentase, yakni menghitung persentase jawaban dari isian angket dan hasil observasi. Data yang terkumpul diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diproses dengan dijumlahkan lalu dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan. Sementara data kualitatif, dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Selanjutnya, persentasi tersebut dikelompokkan dalam lima kategori sebagai berikut.
Kategori I
Baik Sekali
dengan indikator 81% - 100%
Kategori II
Baik
dengan indikator 61% - 80%
Kategori III
Cukup
dengan indikator 41% - 60%
Kategori IV
Kurang
dengan indikator 21% - 40%
Kategori V
Kurang sekali
dengan indikator 1% - 20%
EFEKTIVITAS PKG
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa PKG mempunyai efektifitas pemanfaatan yang sangat baik sebagai tempat untuk meningkatkan profesional guru SD dan aplikasinya dalam proses pembelajaran (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Fungsi, Manfaat, Jenis Pelaksanaan Kegiatan, serta Tindak Lanjut PKG.
No
Variabel
Data Angket
(%)
Data Observasi (%)
Rata-rata
(%)
1
Fungsi PKG
91,35
88,45
89,90
2
Manfaat PKG
89,75
88,85
88,60
3
Jenis dan Pelaksanaan PKG
89,22
89,80
89,51
4
Tindak Lanjut PKG
95,40
88,80
92,10
Rata-rata
89.90
89,86
89,88
Upaya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan berbagai inovasi pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran, agar hasil pendidikan dapat menjembatani pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Salah satu inovasi pendidikan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan tugas dan kinerja guru secara profesional.
Untuk meningkatkan tugas dan kinerja guru secara profesional, tidak lepas dari peningkatan kualitas interaksi antara guru, sumber belajar, dan siswa dalam proses pembelajaran. Kualitas interaksi guru, sumber belajar, dan siswa dalam proses pembelajaran ditandai dengan adanya pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif, baik secara fisik, emosional, maupun sosial dengan melibatkan sebanyak mungkin indera siswa.
Untuk mendapatkan kondisi belajar siswa secara aktif dan optimal, diperlukan kemampuan dan keterampilan guru dalam merancang, mengelola proses pembelajaran, dan mengevaluasi proses belajar dengan memperhatikan beragam faktor, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Minimal ada delapan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi belajar dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) minat, kemampuan, dan motivasi siswa, (3) kemampuan profesional guru dan menata kelas, (4) pandangan guru terhadap siswa, (5) jumlah siswa dalam kelas, dan ukuran ruang kelas, (6) bahan kajian dari materi pelajaran, (7) alokasi waktu yang disediakan, dan (8) ketersediaan sarana dan dana (Karyadi, 1991).
Sejalan dengan hal itu, laporan Bank Dunia yang bertajuk Education in Indonesia : From Crisis to Recovery (23 September 1998) menyoroti persoalan guru dan tenaga kependidikan. Pada intinya, guru merupakan sentral dari upaya peningkatan mutu pendidikan, oleh sebab itu setiap upaya untuk membenahi pendidikan akan dan harus melibatkan penataan dan pembenahan terhadap guru (Jalal & Supriadi, 2001). Penataan dan pembenahan terhadap guru merupakan upaya memberda-yakan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Guru yang ‘berdaya’ adalah guru yang memiliki kemampuan untuk tampil dalam unjuk kerja secara profesional. Guru yang berdaya secara profesional memiliki dedikasi dan komitmen yang kuat terhadap kemajuan pendidikan, khususnya terhadap peserta didik.
Brandt (dalam Supriyadi 1998/1999) menjelaskan bahwa guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi yang diarahkan pada perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti perubahan kurikulum, pengembangan metode pembelajaran, penyediaan sarana dan prasarana hanya akan berarti apabila melibatkan guru. Dengan demikian, peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, sangat penting. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kondisi guru yang profesional masih memprihatinkan. Terutama guru-guru sekolah dasar (SD) di mana sebagian besar belum terdidik dan belum terlatih dengan baik. Di samping itu, mereka dibayar dengan murah. Sesuai hasil penelitian Balitbang-Dikbud, pada tahun 1986 masih banyak guru yang belum memiliki kelayakan mengajar (berpendidikan lebih rendah dari SPG). Guru yang tidak layak ini sangat bervariasi dari propinsi yang terendah (Yogyakarta) sampai kepada propinsi paling tinggi (Kalimantan Tengah) (ESR, dalam Suryadi dan Tilaar, 1993).
Kelayakan mengajar tidak cukup hanya diukur berdasarkan pendidikan formal tetapi harus juga diukur berdasarkan bagaimana kemampuan guru dalam mengajar dari sesi penguasaan materi, menguasai, memilih, dan menggunakan metode, media, serta mengeva-luasi pembelajaran. Sehubungan dengan hal itu, Jiyono (1987) menyimpulkan dari bahwa kemampuan guru SD dalam menguasai bahan pelajaran IPA pada umunya sangat menghawatirkan karena dari sampel guru SD yang diminta ‘menunjukkan’ dan ‘memasang’ suatu alat IPA hanya 70 % yang dapat menunjukkan dan kurang dari 50 % yang mampu memasang alat IPA tersebut. Untuk meningkatkan kemampuan kinerja guru secara profesional dibentuklah PKG sebagai tempat untuk berlatih dan meningkatkan berbagai pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
PKG pada dasarnya merupakan pusat kegiatan guru sekaligus sebagai bengkel kerja, pusat pertemuan, sarana diskusi dan pertukaran pengalaman serta kiat mengajar belajar. Karena itu PKG memiliki fungsi: (1) sebagai tempat pembahasan dan pemecahan masalah bagi guru yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas proses pembelajaran, (2) sebagai wadah kegiatan guru yang tergabung dalam satu gugus yang ingin maju meningkatkan profesinya secara bersama-sama, (3) sebagai tempat penyebaran informasi tentang pembaharuan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan usaha peningkatan hasil belajar, (4) sebagai pusat kegiatan praktek pembuatan alat peraga, penggunaan perpustakaan serta perolehan berbagai keterampilan mengajar maupun pengembangan adminstrasi kelas (Tim Penatar Propinsi Jawa Tengah, 1995/1996).
Sejalan dengan hal itu, Ansyar dan Nurtain (1991/1992) menjelaskan bahwa PKG berfungsi sebagai ruangan Pusat Sumber Belajar (PSB) yang menyediakan berbagai informasi tentang pendidikan antara lain, bahkan kajian setiap mata pelajaran, alat-alat peraga pendidikan, contoh-contoh pengorganisasian kelas yang baik, contoh-contoh persiapan satuan pelajaran dan penyusunan ujian yang baik, serta dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan para pengawas TK/SD atau kepala sekolah dengan beberapa guru untuk mendiskusikan berbagai gagasan dan kemajuan atau kegagalan dalam pendidikan di SD.
Hadiat (1989) menjelaskan bahwa PSB mempunyai sepuluh fungsi sebagai berikut.
1.Memberikan kesempatan kepada guru mengembangkan program pengajaran dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan proses pembelajaran.
2. Memberi kesempatan kepada guru melaksanakan program pangajaran secara optimal.
3.Memberi layanan fasilitas kepada guru untuk melaksanakan kegiatan proses pembelajaran secara individual dan kelompok.
4.Memberikan kesempatan kepada guru untuk melaksanakan latihan menggunakan dan memanfaatkan media pendidikan/alat peraga dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pembelajaran.
5. Memberikan layanan konsultasi kepada guru dalam memodifikasi dan merancang alat atau fasilitas sesuai dengan program pengajaran yang dirancangnya.
6.Memberikan layanan kepada guru untuk melaksanakan latihan menggunakanteknik-teknik pembelajaran.
7. Memberikan layanan kepada guru disekitarnya dalam hal kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran.
8. Membantu sekolah dalam pemilihan alat-alat pelajaran dan media pendidikan.
9. Menyediakan bahan produksi dan pengajaran dengan pesanan.
10. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya lintas informasi antar sekolah.
PKG memiliki fungsi dan manfaat yang sangat strategis sebagai sarana atau tempat untuk saling tukar informasi dan pengalaman serta tempat untuk melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam proses pembelajaran yang inovatif dan profesional. Inovatif artinya guru selalu memiliki gagasan, perbuatan, keterampilan, atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu dan pada jangka waktu tertentu untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi terutama yang berkaitan dengan kontek pendidikan. Profesional artinya guru harus memiliki dan menguasai serta terampil untuk menggunakan seperangkat kemampuan dasar guru sebagai berikut .
1. Mengembangkan kepribadian.
2. Menguasai landasan kependidikan.
3. Menguasai bahan pengajaran yang diajarkan.
4. Menyusun program pengajaran.
5. Melaksanakan program pengajaran.
6. Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
7. Menyelenggarakan program bimbingan di sekolah.
8. Menyelenggarakan administrasi sekolah.
9. Berinteraksi dengan teman sejawat dan masyarakat.
10. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pendidikan.
Selain sepuluh perangkat kemampuan dasar guru di atas, bahwa seorang guru yang profesional juga harus dapat menerapkan delapan keterampilan mengajar sebagai berikut:
1. Keterampilan bertanya.
2. Keterampilan menjelaskan.
3. Keterampilan mengadakan variasi.
4. Keterampilan memberikan penguatan atau reinforcement.
5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran.
6. Keterampilan mengelola kelas.
7. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil.
8. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan. (Wiryawan dan Noorhadi. 1994).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa PKG mempunyai efektifitas pemanfaatan yang sangat baik sebagai tempat untuk meningkatkan profesional guru SD dan sekaligus dapat diaplikasi-kan dalam proses pembelajaran.
Saran
PKG mempunyai efektifitas pemanfaatan yang sangat baik sebagai tempat untuk meningkatkan profesionalitas guru SD. Upaya mengopti-malkan pemanfaatan PKG dapat dilakukan melalui beragam cara, tiga diantaranya adalah dengan:
1. Memfasilitasi guru-guru SD untuk menggunakan PKG secara optimal dan disiplin sebagai wahana tukar informasi dan pengalaman dalam berbagai kegiatan pendidikan.
2. Memanfaatkan kepala sekolah untuk memonitor dan mengevaluasi hasil-hasil kegiatan PKG.
3. Memberdayakan Pangawas TK/SD dan Kepala Dinas P&K mem-berikan motivasi dan penguatan terhadap guru-guru dan kepala SD untuk menggunakan PKG sebagai tempat untuk meningkatkan kinerja guru secara profesional.
DAFTAR RUJUKAN
Ansyar, M. & Nurtain, H. (1991/1992). Pengembangan dan inovasi kurikulum. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Depdikbud. Dirjen Dikdasmen. (1996/1997). Pedoman pengelolaan gugus sekolah. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan SLB.
Hadiat. (1986). Konsep dan perincian tugas pusat sumber belajar. Jakarta : Depdikbud. Ditjen Dikdasmen.
Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah.Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Jiyono. (1987). Studi kemampuan guru IPA Sekolah Dasar. Jakarta: Puslitbang. Depdikbud.
Karyadi, B. (1991). Pengembangan dan inovasi kurikulum. Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Supriadi, D. (1998/1999). Mengangkat citra dan martabat guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Suryadi, A. & Tilaar, H.A.R. (1993). Analisis kebijakan pendidikan suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tap MPR. (1999). Hasil Sidang Umum MPR RI Tahun 1999. No. IV Tentang Garis Garis Besar Haluan Negara. Solo: Pabelan.
Tim Penatar Propinsi Jawa Tengah. (1995/1996). Bahan penataran guru/kepala sekolah SD dan MI. Semarang: Depdikbud, Proyek Peningkatan Pembinaan SD Jawa Tengah.
Wiryawan, S.A. & Noorgadi. (1994). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

PENGARUH UMUR, KEMAMPUAN KOORDINASI KELENTUKAN TUBUH DAN PERSEPSI KINESTIK TERHADAP PENGUASAAN GERAK




Latar belakang penelitian

Sejak dicanangkannya program memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat pada tanggal 9 September 1983, olahraga telah menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari.

Masyarakat telah menyadari pentingnya tubuh yang sehat, dan untuk menjaga kesehatannya mereka memilih cabang olahraga yang sesuai dengan minatnya.

Dilihat dari segi permasalahan olahraga, Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat menggembirakan. Peminat berbagai cabang olahraga menunjukkan jumlah yang terus meningkat dan hal ini memberi peluang bagi KONI untuk memperoleh bibit-bibit yang pontensial yang akan menjadi olahragawan yang berprestasi apabila mendapat pembinaan yang baik.

Tetapi apabila diperhatikan prestasi olahragawan Indonesia di arena regional dan internasional belum dapat di katakan menggembirakan. Prestasi pada cabang olahraga yang dahulu didominasi oleh Indonesia, akhir-akhir ini mulai terancam dan bahkan ada yang digeser oleh negara lain. Hal tersebut bukan disebabkan oleh tidak adanya kemajuan prestasi olahraga di Indonesia, tetapi juga disebabkan oleh kemajuan yang cepat dari negara lain.

Keadaan tersebut antara lain terlihat dalam cabang olahraga renang. Kemajuan dalam olahraga renang biasanya di tandai oleh dipecahkannya rekor-rekor lama sehingga tercipta rekor-rekor baru.

Apabila dilihat dalam skala nasional, kita tidak dapat mengatakan bahwa prestasi renang di Indonesia tidak ada kemajuan, karena banyak rekor-rekor yang tumbang dan bahkan banyak rekor yang tidak dapat bertahan lama. Tetapi apabila dilihat dalam skala regional, misalkan di wilayah Asia Tenggara, akan terlihat bahwa kemajuan yang telah dicapai Indonesia tidak sepesat negara tetangga, kita. Hal tersebut tampak nyata dengan adanya penurunan perolehan medali cabang olahraga renang dalam Sea Games seperti terlihat pada tabel berikut.

Jumlah Perolehan Medali Kontingen Indonesia di Sea Games
untuk Olahraga Renang

Tahun Medali197719791981198319851987*)1999199119931995
Emas2120195810396-
Perak9271110131910710-
Perunggu58129118101011-

*) di Jakarta

Adanya penurunan dalam perolehan medali ini tentu tidak menggembirakan berbagai pihak, terutama bagi pengurus PRSI. Untuk mengatasi hal tersebut cukup banyak usaha yang dilakukan oleh pihak pengurus PRSI, antara lain meningkatkan mutu pelatih dengan memberikan penataran, mengirim para atlet nasional untuk berlatih keluar negeri, mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dan masih banyak usaha yang lain. Namun hasil yang dicapai tetap belum menggembirakan, sehingga dirasakan perlu mencari cara-cara lain agar keadaan tersebut dapat segera teratasi.

Dalam meningkatkan prestasi renang di Indonesia perlu diperhatikan berbagai faktor, antara lain:

  1. Bakat seseorang, hal ini berarti bibit.
  2. Metoda mengajar atau latihan yang lebih baik dan efektif
  3. Kondisi phisik dan struktur tubuh yang baik.
  4. Motivasi yang kuat dari para olahragawan.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, berarti metoda mengajar dan latihan yang baik tidak menjamin tercapainya prestasi yang baik tanpa di dukung oleh bakat, kesegaran jasmani yang prima dan motivasi yang kuat. Oleh karenanya perlu adanya suatu perangkat tertentu guna pencarian bibit dalam olahraga pada umumnya dan olahraga renang pada khususnya. Dengan demikian. perlu adanya. penelitian yang sungguh-sungguh tentang faktor-faktor yang dapat dijadikan indikator atau sebagai pedoman dalam pemilihan bibit.

Penelitian ini akan dibatasi pada olahraga renang gaya bebas, dengan demikian peneliti hanya akan mencari faktor apa saja yang perlu dipunyai oleh seseorang, supaya dapat mempelajari gerakan renang dengan mudah.

Permasalahan penelitian

Untuk mencapai prestasi maksimal dalam olahraga pada umumnya dan olahraga renang pada khususnya, perlu di tempuh langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Mencari bibit unggul.
  2. Menggunakan metoda mengajar gerak renang yang efektif
  3. Menggunakan metoda latihan yang efektif dalam. peningkatan prestasi.

Kenyataan yang ada dilapangan adalah sebagai berikut :

  1. Pemilihan bibit dilakukan dengan cara kira-kira atau intuisi bahkan sering bersifat kebetulan.
  2. Mengajar dilakukan secara tradisional.
  3. Demikian pula latihan (drill) dilakukan secara, tradisional. pula.

Dalam penelitian kali ini peneliti akan membatasi diri pada pemilihan bibit saja, sedangkan untuk hal lain akan di adakan penelitian. dan pembahasan secara terpisah.

Dengan demikian masalah penelitian adalah faktor apa saja yang menjadi prasyarat bagi seseorang untuk menjadi olahragawan dengan penguasaan gaya yang baik pada olahraga renang.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu perangkat sebagai alat ukur untuk pencarian bibit olahragawan renang.

Landasan teori dan hipotesa

Berbicara tentang pencarian bibit tidak akan terlepas dari hal-hal sebagai berikut:

  1. Bakat
  2. Unsur phisik
  3. Umur
  4. Motivasi

Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan di atas dalam pengkajian teori ini hanya akan di ungkapkan 3 variabel sedangkan motivasi dalam penelitian ini tidak di ungkapkan karena orang coba akan diambil dari kelompok pemula yang masih sangat tergantung kepada orang tuanya.

Bakat

Unsur yang dominan di dalam olahraga adalah bakat. Bakat sangat dipengaruhi oleh persepsi kinestetik dan bentuk tubuh yang baik serta tepat untuk cabang olahraga tertentu. Persepsi kinestetik merupakan bakat yang dibawa sejak lahir.

Kemampuan seseorang untuk mempelajari gerak sangat ditentukan oleh persepsi kinestetik tersebut. Yang dimaksud dengan persepsi kinestetik adalah kemampuan seseorang untuk dapat membayangkan dan menguasai gerak tubuh dalam ruang dan waktu.

Seseorang yang mempunyai persepsi kinestetik yang baik akan dapat dengan mudah membayangkan suatu gerak, dan apabila didukung oleh bentuk tubuh yang sesuai, orang tersebut akan mudah mempelajari olahraga.

Karena persepsi kinestetik ini dibawa sejak lahir, maka tidak semua orang dapat menjadi olahragawan yang berprestasi dan enak dipandang walaupun orang tersebut rajin berlatih dan memiliki motivasi yang tinggi.

Dengan demikian faktor kemampuan persepsi kinestetik seseorang sangat menentukan dalam penguasaan rangkaian gerak yang diharapkan. Seseorang yang memiliki kemampuan persepsi kinestetik yang tinggi akan mudah mengekspresikan gerakan yang dia bayangkan ke dalam rangkaian gerak phisik yang nyata, karena, orang tersebut dapat menguasai otot-ototnya.

Unsur phisik

Dalam mempelajari olahraga dibutuhkan kemampuan dasar tertentu, antara lain

  1. Koordinasi
  2. Kelentukan

a. Koordinasi

Berenang bukan merupakan gerakan yang dibutuhkan manusia pada umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, lain halnya dengan ikan. Gerakan dasar manusia yang dibutuhkan sehari-hari adalah berjalan, berlari, melompat dan melempar. Gerakan-gerakan tersebut merupakan gerak alami manusia, sehingga mudah dipelajari karena tidak memerlukan koordinasi otot yang rumit. Tetapi untuk belajar berenang seseorang harus sengaja mengatur koordinasi antar otot-ototnya untuk memperoleh gerak maju. Seseorang dikatakan memiliki koordinasi yang baik apabila dapat melakukan gerakan yang membutuhkan banyak otot pada saat yang bersamaan. Tiga unsur yang mendukung koordinasi, yaitu neuromuskuler (impuls, syaraf sampai dengan kontraksi otot), pengaturan kerja otot dan keterampilan (penguasaan pengelolaan. gerak yang harus dilaksanakan).

b. Kelentukan

Disamping koordinasi hampir semua olahraga memerlukan kelentukan tubuh, karena dalam melakukan kegiatan olahraga sering terpaksa melakukan gerakan yang membutuhkan kelentukan tubuh. Seseorang dikatakan memiliki kelentukan tubuh yang baik apabila orang tersebut dapat merenggangkan otot-ototnya semaksimal mungkin tanpa cendera.

Umur

Telah menjadi pendapat umum bahwa umur sangat berpengaruh pada belajar gerak. Makin dewasa umur seseorang anak makin cepat belajar sesuatu atau olahraga tertentu, karena makin dapat berkonsentrasi dan mempunyai kemampuan berfikir lebih baik.

Berdasarkan teori di atas dapat dibuat hipotesa sebagai berikut

  1. Makin baik persepsi kinestetik seseorang anak, makin cepat seseorang dalam mempelajari gerak olahraga pada umumnya atau makin cepat menguasai gaya renang pada khususnya.

  2. Makin baik kemampuan koordinasi gerak seorang anak, makin cepat orang tersebut dalam menguasai gerak. olahraga pada umumnya atau lebih cepat menguasai gaya renang pada khususnya.

  3. Makin baik kelentukan tubuh seorang anak, makin cepat dalam mempelajari gerak olahraga pada umumnya atau lebih cepat menguasai gaya renang pada khususnya.

  4. Makin dewasa seorang anak, makin cepat mempelajari gerak olahraga pada, umumnya atau lebih cepat menguasai gaya renang pada. khususnya.

Metodologi

Dalam penelitian ini metoda yang digunakan adalah eksperimen dengan. desain sebagai berikut :

11tisnowati1.gif (1497 bytes)

Secara operasional penelitian ini ingin mengetahui berapa besar pengaruh bakat (persepsi kinestetik) kemampuan gerak dasar (kelentukan dan koordinasi) dan umur terhadap keamampuan belajar gerak pada seseorang.

Sampel penelitian

Sampel diambil dari anggota, perkumpulan "Kuncup Harapan" yang termasuk dalam kelompok wnur I (di bawah 10 tahun) yang juga, disebut pernula. Sampel diambil dari perkumpulan ini karena perkumpulan ini mempunyai anggota yang terbanyak di Jakarta dan mempunyai tempat berlatih yang memadai. Sampel berjumlah 27 orang.

Pelaksanaan penelitian

Seperti telah diterangkan pada bab terdahulu sebelum perlakuan diberikan kepada orang coba, diberikan Pre-tes (tes I) kepada mereka. Tes tersebut mengacu pada persepsi kinestetik, koordinasi dan kelentukan.

Jenis Tes I meliputi:
1. Tes persepsi kinestetik

Tes persepsi kinestetik terdiri dari
a. Tes persepsi kinestetik kaki ke depan
b. Tes persepsi kinestetik kaki ke samping
c. Tes persepsi kinestetik kaki pada bidang vertikal
d. Tes persepsi kinestetik tangan pada bidang vertikal
e. Tes persepsi kinestetik tangan pada bidang horizontal.

Macam rangkaian tes dapat dibuat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai karena belum ada tes standar. Testee mencoba 3x dengan mata terbuka, kemudian testee melakukan dengan mata tertutup dan diukur penyimpangannya.

Pelaksanaan Pre-tes untuk persepsi kinestetik adalah sebagai berikut :

  1. Tes persepsi kinestetik melangkah ke depan, dengan tujuan menentukan kecakapan menaksir jarak dengan konsentrasi pada usaha ketepatan langkah ke depan.

  2. Tes persepsi kinestetik kaki pada jarak ke samping
    dengan cara melangkah ke samping. Tujuan tes ini untuk
    mengukur kemampuan menempatkan kaki pada jarak ke samping yang ditentukan.

  3. Tes persepsi kinestetik kaki pada bidang vertikal dengan cara mengangkat kaki pada garis di dinding. Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan menempatkan kaki padajarak vertikal yang telah ditentukan.

  4. Tes persepsi kinestetik tangan pada bidang horizontal dengan cara meletakkan kedua ujung telunjuk pada garis melintang yang digambar di dinding. Tujuan tes ini mengukur kemampuan kinestetik dalam menentukan posisi tertentu pada bidang lurus horizontal.

  5. Tes persepsi kinestetik tangan pada bidang vertikal dengan cara meletakkan kedua ujung jari telunjuk pada garis tegak lurus yang digambar di dinding. Tujuan tes ini untuk mengukur kernampuan kinestetik untuk menentukan posisi tertentu pada bidang lurus vertikal.

Nilai Akhir

Nilai akhir adalah jumlah nilai kasar dari kelima tes, kemudian ditransformasikan dalam nilai 1 - 100.

2. Tes Koordinasi

Untuk koordinasi digunakan shuttle run dan bertujuan untuk mengukur kelincahan orang coba dalam mengubah arah.

3. Tes Kelentukan

Tes Kelentukan yang digunakan adalah "forward flexion of trunk" atau membungkukkan badan ke depan. Tujuan tes ini adalah untuk mengukur kelentukan tubuh.Testee berdiri di atas bangku pengukur kelentukan, lalu membungkukkan badan dengan tangan lurus ke bawah.

Pencatatan hasil.

Yang diukur adalah tanda bekas jari yang terjauh, hasil yang dicatat adalah angka skala yang dapat dicapai oleh kedua ujung jari tangan dalam 2 kali usaha. Pencatatan dilakukan sampai setengah sentimeter.

Kalau kedua ujung jari tangan orang coba (testee) dapat mencapai skala di bawah permukaan bangku, maka, hasilnya positif (dihitung mulai dari permukaan bangku sampai skala yang dicapai kedua ujung jari tangan).

Sedangkan jika kedua ujung jari tangan hanya dapat mencapai skala di atas bangku, hasilnya negatif, dihitung mulai dari permukaan bangku sampai skala yang dicapai kedua ujung jari.

Setelah selesai tes I orang coba diberi perlakuan, "belajar berenang gaya bebas ". setiap minggu 3x, mulai jam 15.30 s/d 17.30 (2 jam) selama 6 minggu atau 18x pertemuan.

Setelah 6 minggu diadakan tes II, untuk melihat penguasaan gerak renang gaya bebas, tes terdiri dari:

  1. Gerakan tangan
  2. Gerakan kaki
  3. Koordinasi
  4. Cara bernapas
  5. Posisi tubuh.

Dalam menilai penguasaan gaya ini, peneliti melihat pada saat orang coba melaksanakan latihan.

  1. Gerakan lengan
    Di dalam gerakan lengan ada tiga fase
    a. Pull (menarik)
    b. Push (mendorong)
    c. Recovery (istirahat)

  2. Gerakan kaki
    Untuk gerakan kaki ini, sikap badan harus horizontal kemudian gerakan kaki diusahakan dimulai dari pangkal paha sampai pada ujung jari kemudian disertai jambukan dari pergelangan kaki. Usahakan kaki selalu sejajar, pukulannya vertikal dan relax.

  3. Untuk koordinasi yang diperhatikan adalah koordinasi antara gerakan kaki, tangan dan pengambilan nafas. Gerakan ini harus menyatu. Mengambil nafas dilakukan apabila posisi tangan sedang ditarik ke depan jadi tidak bergantian.

  4. Pengambilan nafas dilakukan dengan memutar kepala ke kiri atau ke kanan, sehingga, sebagian mulut berada di atas air. Perubahan sikap kepala tersebut tidak boleh terlalu merubah posisi badan dan dilakukan pada, saat tangan ditarik ke belakang (pull) tepat sebelum tangan diayun ke depan (recovery).

  5. Posisi tubuh.
    Badan dan anggota badan harus relax dan horizontal dengan rambut, bahu, sebagian punggung, sebagian pantat dan tumit berada, di atas air.

Pengumpulan dan analisis data

Dari hasil tes I dan pengamatan tentang penguasaan gaya setelah orang coba mendapat perlakuan selama 6 minggu, diperoleh data seperti terlihat pada lampiran.

Hasil penelitian akan dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Diskripsi Hasil Penelitian
2. Tahap analisis data
3. Pengujian Hipotesis
4. Kesimpulan hasil Penelitian

Diskripsi Hasil Penelitian

Setelah pengolahan data dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

Analisis univarian X1, X2, X3, X4, dan Y

Variabel

N

Nilai rata2

Std
Dev

Nilai tertinggi

Nilai terendah

1. Umur (X1)27

48.48

14.91

76

24

2. Koordinasi (X2)27

44.15

8.96

62

29
3. Persepsi
kinestetik (X3)
27

55.89

16.288825
4. Kelentukan (X4)27

47.41

6.816432
5. Penguasaan
gaya (Y)
27

49,71

7.78

70,4

42,2


Tahap Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara variabel prediktor umur (X1), koordinasi (X2), persepsi kinestetik (X3) dan kelentukan (X4) dengan variabel kriterion penguasaan gaya (Y).

Secara operasional penelitian ini bermaksud menemukan

  1. Hubungan setiap variabel prediktor (X1, X2, X3, X4) dengan variabel kriterion penguasaan gaya (Y).
  2. Besamya pengaruh variabel prediktor (X1, X2, X3, X4) terhadap variabel kriterion penguasaan gaya (Y).

  3. Kuatnya hubungan antara keempat variabel prediktor (X1, X2, X3, X4) secara bersama-sama atau urut-urutan kuatnya pengaruh/sumbangan antara ke empat variabel prediktor terhadap variabel kriterion (Y).

  1. Korelasi tunggal antara empat variabel prediktor dengan variabel kriterion (Y).

Dalam uji t menunjukkan bahwa semua variabel prediktor mempunyai tingkat korelasi yang signifikan.

Rekapitulasi Tingkat Korelasi dan Uji t antara Y dan
X1, X2, X3, dan X4 pada korelasi tunggal

NoKorelasi

r

t

Keterangan
1 .X1 -Y

0,4039

3,388

Signifikan
2.X2 -Y

0,3831

3,105

signifikan
3.X3 -Y

0,4618

4,290

signifikan
4.X4 -Y

0,3704

2,942

signifikan
T tabel = 1,70

b. Regresi tunggal antara keempat variabel prediktor dengan variabel kriterion (Y).

Analisis ini untuk menguji kembali hasil dari analisis korelasi pada. ada.

  1. Analisis regresi tunggal X1 terhadap Y

Daftar Analisis Variansi untuk Regresi X1 - Y

Sumber
Variansi
dkjkrjkF
Regresi
Residu
1
25
256,96639 1318,27213256,96639 52,734,87317
Jumlah261565,23851309,69639
F(0.5) 1.25 tab = 4,24
F(0.5) 1.25 1 hit= 4,87317

signifikan F = 0,0367-->
(lebih kecil dari 0,05)
jadi F hit> F tabel --- >
signifikan secara linier.

Berdasarkan analisis di halarnan depan menunjukkan bahwa variabel prediktor X1 memberikan sumbangan yang berarti terhadap variabel kriterion Y.

Jadi umur mempunyai pengaruh terhadap penguasaan gaya.

  1. Analisis regresi tunggal X2 terhadap Y

Daftar Analisis regresi Variansi untuk
Regresi X2 - Y

Sumber
Variansi
dkjkRjkF
Regresi
Residu
1
25
231,15828
1344,08024
231,15828
53,76321
4,29956
Jumlah261575,23852284,91149
F(0.5) 1.25 tab = 4,24
F(0.5) 1.25hit = 4,29956,
signifikan F = 0,0486
jadi F hit > F tab ----- >
signifikan secara linier

Berdasarkan analisis diatas menunjukkan bahwa variabel prediktorX2 (koordinasi) memberikan sumbangan yang berarti terhadap variabel kriterian Y (Penguasaan gaya).
Jadi koordinasi mempunyai pengaruh terhadap penguasaan gaya

  1. Analisis regresi tunggal X3 terhadap Y

Daftar Analisis regresi Variansi untuk Regresi X3 - Y

Sumber
Variasi
dkjkRjkF
Regresi
Residu
1
25
335,97522
1239,26330
335,97522
49,57053
6,77772
Jumlah261575,23852385,54575
F (0.5) 1.25 tabel = 4,24
F (0.5) 1.25 hit =
6,77772,signifikan ---- > F=
0,0153
Jadi F hit > F tab----->
signifikan secara linier

Berdasarkan analisis di atas menunjukkan bahwa variabel prediktor X3 (persepsi kinestetik) memberikan sumbangan yang berarti terhadap variabel kriterian (Penguasaan gaya).
Jadi persepsi kinestetik mempunyai pengaruh terhadap penguasaan gaya

  1. Analisis regresi tunggal X4 terhadap Y

Daftar Analisis regresi Variansi untuk Regresi X4 - Y

Sumber
Variansi
dkjkRjkF
Regresi
Residu
1
25
16,10217
1359,13635
216,10217
4,36545
3,97499
Jumlah26

1575,23852

270,46762

F(0,5) 1.25 tabel = 4,24
F(0,5) 1.25hit =
3,97499,signifikan F= 0,0572
(lebih besar dari 0,05)
ladi F hit < F tabel (tidak
signifikan).

Berdasarkan analisis di atas menunjukkan bahwa variabel prediktorX4 (kelentukan) tidak memberikan sumbangan pada penguasaan gaya.
Jadi kelentukan fidak mempunyai pengaruh terhadap penguasaan gaya

Walaupun dalam analisis korelasi telah terbukti bahwa keempat variabel prediktor (X1, X2, X3, X4,)mempunyai pengaruh terhadap Y, namun dalam analisis regresi hanya variabel prediktor X1, X2, X3 yang mempunyai pengaruh terhadap variabel kriterin Y, oleh karenanya perlu analisis lebih lanjut untuk menjawab apakah ada keajegan hubungan dan pengaruh variabel prediktor X1, X2, X3, X4, terhadap Y. Analisis lebih lanjut yang diperlukan adalah analisis regresi ganda.

Daftar Analisis Variansi Regresi GandaXl, X2,X3 dan X4 terhadap Y

Sumber
Variansi

dk

jk

rjkF
Regresi
Residu

4
22

635,18604
940,05247

158,79651
42,72966
3,716
Jumlah

26

1575,23851

201,52617
F(0,5) 4,22 tabel = 2,82
F(0,5) 4,22 hitung = 3,716,
signifikan F = 0,0186 (lebih
kecil dari 0,05)
Jadi F hitung > F tabel
signifikan secara linier

Dari tabel diatas terlihat bahwa keempat variabel prediktor secara bersama-sama memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap variabel kriterin Y.

Apabila kita analisa lebih lanjut maka variabel X1, X2, X3, dan X4, secara bersama memberikan kontribusi 63,50% terhadap Y (penguasaan gaya).

NoVariabelMRFhitungFtabelKeterangan
1.X1 s/d X40,635013,71632,82Signifikan

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil analisis pada bab sebelumnya dan pendukung yang ada maka. dari hipotesis yang diajukan dapat di uraikan sebagai berikut :

Keempat variabel prediktor yang diteliti, 3 variabel mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan penguasaan gaya, sedang variabel kelentukan (X4) tidak ada. hubungan maupun pengaruh terhadap penguasaan gaya Y. Dengan demikian hanya 3 hipotesa yang dapat dibuktikan:

a. Makin tinggi usia anak makin mampu menguasai gaya.
b. Makin bagus koordinasi yang dimiliki seorang anak makin baik dalam penguasaan gaya.
c. Makin bagus persepsi kinestetik seorang anak makin sempuma dalam penguasaan gaya.
d. Kelentukan tidak berhubungan dan berpengaruh terhadap penguasaan gaya.

Kesimpulan

Dari keempat variabel prediktor, variabel prediktorX3 (persepsi kinestetik) yang mempunyai hubungan dan pengaruh terbesar terhadap variabel kriterion Y (penguasaan gaya).

Saran

  1. Dari hasil penelitian ini peneliti menyarankan supaya sebelum top organisasi, guru atau pelatih memberikan latihan lebih lanjut, atau harapan lebih jauh terhadap seorang olahragawan, seyogyanya dilakukan tes persepsi kinestetik dan koordinasi terlebih dahulu terhadap calon olahragawan tersebut.
    Karena kegagalan seorang olahragawan akan membawa dampak psikologi pada olahragawan tersebut di samping kerugian waktu dan materi.
    Tes persepsi kinestetiktersebutharusdibuat sesuai dengan gerak dasar yang akan. diperlukan dalam jenis olahraga tertentu, sehingga KONI perlu membuat perangkat tes kinestetik untuk setiap cabang olahraga.

  2. Supaya di adakan penelitian sejenis untuk cabang olahraga yang lain.

Daftar kepustakaan

Annarino, A. A. et all, (1980). Curriculum Theory and Design in Physical Education. St.Luis, London, Toronto. The C.V.Mosby

Bloom, B. S. et all, (1980). Taxonomy of Educational Objecttives, Affective Design, New York: Longunan Inc.

Crassy, B.J. (1968). Movement Behavior and Mottor Learning. Philadelphia, Lea & Febiger.

Carron, V. 1971. Laboratory Experiments in Motor Learning. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice Hall

Cowell, C. C.; Hazelton, H. W. (1961). Curriculum Designs in Physical Education. New Jersey, Prentice - Hall, Inc.

Drowatzky, John. N. (1975). Motor Learning: Principles and Practices Minnesota: Burgess Pub. Co.

Kane, J. E. (1970). . Curriculum Development in Physical Education (London: Crosby Lockwood Staples)

Larson, L. A. (1970). Curriculum Foundations and Standards for Physical Educattion. New Jersey.

Moeloek. (1984). Dasar Fisiologi Kesegaran dasmani dan Latihan Fisik dalam Dangsina Moeloek dan Ariatmo Tjokronegoro (editor). Kesehatan Olahraga. 1984. Jakarta: Penerbit FKUI

Neilson, N.P. (1978). Concepts and Objective in Movement Art & Sciences. New York Vantago Press.

Singer, Robert. N. 1980. Motor Learning and Human Performance (Edisi ke 3). New York: Mae Millan.

Smith. Wendell. I. dan Nicholas. L. Rohman. 1970. Human Leaning. New York: Mc Graw Hill Book Co.

_____, (1977). Hasil Pertandingan Renang SEA Games IX

_____, (1979). Hasil Pertandingan Renang SEA Games X

_____, (198 1). Hasil Pertandingan Renang SEA Games XI

_____, (1983). Laporan Kontingen Indonesia SEA Games XII

_____, (1987). Hasil Pertandingan Renang SEA Games XIV

_____, (1989). Hasil Pertandingan Renang SEA Games XV

_____, (199 1). Hasil Pertandingan Renang SEA Games XVI

_____, (1993). Hasil Pertandingan Renang SEA Games XVII